Intrupsi Ya Allah ! Saya Tidak Mau Ke Neraka Sendiri
Dalam sebuah hikayat diterangkan ketika Alah SWT menghisab para manusia di “meja hijau-Nya” terjadi tiga buah kasus heboh, dimana Allah Yang Maha Kuasa dapat didemo oleh manusia. Itulah ke-Maha Adil-an Tuhan. Atas kehendak adan kuasa-Nya pula manusia diberikan hak naik banding oleh Allah di ruang pengadilan-Nya.
Syahdan diakhirat nanti terdapat tiga golongan dengan tiga kasus yang berbeda. Yaitu anak, ayah dan bunda
Pada Kasus pertama, Allah sudah memvonis seorang anak masuk ke-Neraka atas dosa dan keburukan yang dia lakukan selama hidupnya, sedangkan kedua orang tuanya masuk ke syurga atas segala amal ibadahnya.
Ternyata anak tersebut melakuan instrupsi kepada Allah, ia mengajukan somasi kepada Allah, melakukan pembelaan diruang persidangan-Nya.
Anak itu berkata : “Isntrupsi Ya Allah, Tuhan… aku menerima keputusan-Mu yang memasukan aku ke neraka atas dosa yang ku perbuat. Tapi aku yakin bahwa Engkau Maha Adil dan saat ini aku ingin meminta keadilan-Mu Tuhan !”.
Allah menjawab : “Apa yang kamu inginkan ?
Anak itu menjawab : “Ya Tuhanku, saya tidak mau ke neraka sendiri, aku menjadi orang yang penuh dosa, tidak pernah beribadah dan menjadi orang yang fasiq karena orang tuaku tidak pernah memerintahkan aku sholat, tidak pernah mendidik aku untuk berbuat benar dan menjauhi kemungkaran, aku menjadi manusia yang penuh dosa karena kelalaian mereka dalam mendidikku”.
Setelah itu Allah memanggil kedua orang tuanya, seraya mempertanyakan kelalaian mereka dalam mendidik anak. Ternyata benar bahwa keduanya lalai dalam mendidik anak. Kedua orang tuanya khusuk beribadah di mesjid sedangkan anak bermain di jalan tidak pernah peduli, tidak pernah memerintahkan kepada anaknya untuk sholat.
Atas hal itu maka kedua orang tua itu dicabut dari syurga dan dimasukan terlebih dahulu ke neraka.
Pada kasus kedua, seorang anak telah diputus oleh Allah masuk ke Syurga atas amal ibadahnya, sedangkan kedua orang tuanya masuk ke neraka atas dosa dan maksiatnya.
Kemudian kedua orang tua itu menghadap Allah dan meminta keadilan Tuhan.
Sang Ayah berkata ; “Ya Allah aku memohon keadilan-Mu, mengapa aku yang memberi pakaian, memberi uang dan memberi bekal bagi anakku masuk ke neraka, sedangkan anakku yang diberi pakaiannya, uangnya dan bekalnya masuk ke syurga ?”
Maka Allah memerintahkan kepada anaknya untuk menjawab atas apa yang sang Ayah pertanayakan. Sang anak menjawab ; “Ya Tuhanku, aku menerima semua kasih sayang yang Ayahku berikan kepadaku, akan tetapi apa yang diberikannya kepadaku tidak ada hubungannya dengan ibadahku, karena ayahku tak pernah memerintahkanku dan mendidik aku untuk beribadah. Ia tidak pernah memberi nafkah kepadaku atas dasar untuk beribadah. Sehingga ibadahku tidak ada hubungannya dengan nafkah yang ayah berikan”.
Maka atas jawaban tersebut ayahnya tetap masuk neraka sedangkan anaknya tetap di syurga.
Kemudian Ibunya yang datang dan mempertanyakan atas kebaikan dan kasih sayangnya yang di berikan untuk membesarkan anaknya. Akan tetapi karena sang Ibu hanya membesarkan anak atas dasar kasih sayang saja – bukan utuk beribadah – maka sang ibu mendapat jawaban yang sama. Dan akhirnya ia bernasib seperti suaminya.
Pada Kasus ketiga ; seorang anak diputus masuk syurga atas amal dan ilmunya, sedangkan kedua orang tuanya masuk neraka atas kedangkalan iman, amal dan ilmunya.
Ketika anak tersebut telah diputus masuk syurga anak tersebut malah tidak mau masuk syurga. Ia merasa bersalah masuk ke syurga, karena ia merasa, bahwa ia memiliki iman, ilmu dan amal karena didikan orang tua.
Ayah dan ibunya karena merasa kurang faham agama dan kurang dalam beribadah, sehingga tidak dapat mendidik dan menjadi contoh anaknya – memerintahkan anaknya untuk mengaji.
Atas dasar itu, akhirnya kedua orang tua itu tidak masuk neraka, sebaliknya dimasukan ke syurga oleh Allah SWT.
Anak adalah amanat dan titipan Allah swt. Anak dapat menjadi bunga dan permata cahaya dalam hidup di dunia dan akhirat. Anak dapat menjadi kebanggaan dan penentram kehidupan penyelamat dalam kematian. Akan tetapi anak pula dapat menjadi fitnah dan musuh bagi kita.
Jika kita mampu mendidik anak dan menjadi tauladan bagi anak kita, maka laksanakanlah hal itu dengan sebaik-baiknya. Dan apabila kita tidak mampu, maka perintahlah anak kita untuk mengaji dan mengkaji agama di lembaga yang representatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar