Rabu, 01 September 2010

Khutbah Idul Fitri 1431 Hijriyah

Memaknai Kembali Puasa dan Idul Fitri

Untuk Meraih Kemenangan Hakiki

Oleh : Asep Ridwan H, SHI

Khutbah pertama

Assalamu’alaikum WrWb.

Allohu akbar 9x laa ilaaha illaloohu walloohu akbar allohu akbar walillaahil hamd.

Alhamdulilah

Asyahdu anlaailaha illalooh wahdahu la syarikalah

Wa asyhadu anna Muhammad abduhu warasuluh

Allohuma solii ala sayidina Muhammad, waala ali sayidina Muhammad

Faya ayuhal hadirun itaqulloha haqo tuqootih

Faqaala ta’ala A’udzubillahi minasyaitanir rajim

Bismillahirahmanirahim

Walladziina yashiluuna maa amarallohu bihi ay yuushola wayakh syauna robbahum wayakhoofuuna suual hisab.

Dihari yang cerah ceria penuh dengan kebahagiaan ini, tiada kata terindah yang bisa terucap, tak ada frase yang pantas terpanjat, selain puji yang menjadi penghias hati senantiasa terpatri kepada Allah nana maha suci, puja yang menjadi penghias rasa selamanya terlimpah kepada Allah nan maha kuasa, syukur senantiasa terulur kepada Allah nan maha ghafur, yang mana hanya atas kudrat dan iradat-Nya, hidayah dan taufik-Nya lah, hari ini kita bisa berkumpul, dalam suasana penuh haru dan bahagia, dihari penuh kemenangan, setelah kita berpuasa sebulan penuh, hari ini kita syukuri nikmat Allah Yang Maha Kuasa, terutama nikmat Iman dan Islam.

Sholawat dan salam semoga terlimpah curah kepada junjunan alam Baginda Rasulullah saw, kepada keluarganya, sahabatnya, tabiit, tabiit tabiin, hingga kita sekalian yang senantiasa mengikuti ajarannya dan mencontoh sunnah-sunnahnya.

Hadirin sidang id rahimakumullah.

Tiada terasa ramadhan telah terlewati, satu bulan penuh kita berpuasa, dan pada hari ini kita melaksanakan shalat idul fitri berjamaah, bedug bertalu, takbir berkumandang, tanda kemenangan kembali kepada fitri, kesucian diri, kemurnian jiwa, sebagai insan paripurna di hadapan Allah SWT.

Rasul pernah bersabda, bahwa bagi mereka yang berpuasa ia akan diampuni segala dosanya dan bahkan dalam al Qur’an ia akan menjadi orang yang bertaqwa dan akan masuk ke dalam syurganya Allah swt.

Kita yakin dengan keimanan kita, bahwa Allah dan rasul-Nya tidak akan pernah mengingkari terhadap ucap dan janjinya, akan tetapi apakah setiap puasa akan menghantarkan kita kepada fitrah ? puasa yang bagaimanakah yang akan mencetak kita menjadi hamba-hamba yang diampuni dosanya – yang muttaqiin- yang bertaqwa yang akan diberi syurga Allah ?

Firman Allah dalam al Qur’an :

Wasaa ri’uu ilaa maghfiratim mirrabbikum wajannatin ‘ardhuhas samaawaati wal ardh, u’iddat lil muttaqiin.

“Dan bersegeralah kamu dalam menggapai ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas hamparan lagit dan bumi yang Allah sediakan bagi orang yang bertaqwa”.

Oleh karena itu saya berwasiat khususnya bagi saya pribadi umumnya bagi hadirin dan hadirat sekalian marilah kita meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt.

Alloohu akbar..Alloohu akbar..Alloohu akbar walillaahil hamd.

Hadirin sidang id yang dimuliakan Allah.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita segarkan kembali pemahaman kita dalam memaknai puasa dan idul fitri. Agar kita mampu meraih kemenangan idul fitri yang hakiki.

Rasulullah saw bersabda :

Man shooma romadhoona imaanan wahtisaaban ghufiro lahu maa taqoddaman mindzambih.

“Barang siapa yang berpuasa di bulan ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni segala dosa yang telah terlewati.

Hadits ini memiliki makna, bahwa barang siapa dengan puasanya ingin di ampuni Allah, maka terdapat dua syarat ; iman dan ihtisab.

Iman pada dasarnya merupakan keyakinan yang hakiki akan titah Allah yang dipancarkan dalam bentuk lisan dan perbuatan. Iman mesti jadi dasar utama dalam beribadah, iman harus menjadi kerangka dalam mengarungi kehidupan.

Iman adalah jaminan kita untuk diakui sebagai hamba Allah, iman pula yang akan menjawab semua persoalan kehidupan dan hanya dengan iman kita akan mampu berpuasa. Bukankah hanya orang yang beriman yang diseur untuk berpuasa, sehingga puasa menjadi salah satu cirri orang yang beriman.

Allohu akbar..allohu akbar..alloohu akbar ..walillhail hamd.

Rasulullah saw bersabda

Akmalu naasa iimaanan ahsanuhum khuluqaa

Iman seseorang, tidak akan mencapai kesempurnaan sehingga ia memiliki akhlak yang terbaik.

Artinya puasa yang menghantarkan kepada ampunan Allah adalah puasa yang karena semangat keimanannya, mampu menahan syahwat, membelenggu nafsu, menghantarkan jiwa dan sikap kita menuju perubahan kepada akhlak yang karimah.

Yang kedua ; puasa yang menghantarkan kita kepada ampunan Allah adalah puasa yang diiringi dengan semangat ihtisab.

Ihtisab berasal dari kata hasaba yahsibu hisban hisaban ihtisaaban. Yaitu semangat menghitung. Bukan menghitung-hitung sudah berapa banyak ibadah kita dan kira-kira berapa pahala yang kita dapat ? atau bukan berarti menghitung-hitung sudah berapa banyak uang yang kita sedekahkan dan kira-kira sudah cukupkah pahala kita untuk memasukan kita ke surga ?.

Astagfirullah…sungguh malu ! kalau kita mau menghitung-hitung amal kita yang sedikit, sedangkan nikmat yang Allah berikan kepada kita tiada terbilang !

Wa in ta’udduu ni’matallohi laa tukhshuuhaa..

Apabila engkau mau menghitung-hitung nikmat Allah, maka tiada akan bisa terbilang.

Udara dengan nafas yang kita hirup, mata yang biasa melihat, bahkan kehidupan kita, rezeki yang kita peroleh, diselamatkannya kita dari bahaya dan bencana, semuanya hanya karena karena rahman dan rahim Allah swt. Kita bukan tidak tahu hal ini, tapi kita tidak mau tahu dan tidak mau menyadarinya.

Hadirin sidang id yang berbahagia.

Semangat ihtisab adalah semangat untuk senantiasa bermuhasabah, introspeksi diri, menghitung diri kita, sudah sejauh mana kita beribadah dengan baik ? sudah sejauh mana kualitas ibadah kita ? sudah sejauh mana puasa kita mampu memberikan perubahan kearah yang lebih baik. Kita berihtisab, apakah puasa kita mampu membuat hari ini menjadi lebih baik dari hari yang kemarin ?

Sayyidina Ali k.a. pernah bersabda :

Man kaana yaumuhu khairun min amsihi fahuwa roobihun, waman kaana yaumuhu sawaa an min amisihi fahuwa khoosirun, waman kaana yaumuhu syarrun min amisihi fahuwa haalikun.

Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari pada hari kemarin maka ia adalah orang yang beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang hancur.

Hadirin yang berbahagia

Jikalau semangat keimanan dan ihtisab senantiasa mengiringi puasa kita maka selain mendapat ampunan dari Allah, kita akan menajdi hamba-hamba yang muttaqin, orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt.

Allohu akbar..alloohu akbar..alloohu akbar..walillaahil hamd.

Hadirin sidang id yang dimuliakan Allah swt.

Taqwa adalah bekalan yang paling sempurna untuk kehidupan kita didunia ini. Allah berfirman dalam al Qur’an :

Watazaw waduu fainna khairz zaadit taqwaa.

“dan berbekalah kamu sekalian, maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”.

Tidak ada bekal yang abadi, yang bisa menjadi pegangan kita untuk mengarungi kehidupan dunia, selain taqwa kepada Allah swt dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Refleksi dari ketaqwaan adalah kesalihan. Orang-orang yang bertaqwa adalah mereka yang memiliki kepribadian yang salih dan salihah.

Para ulama mendefinisikan orang yang salih adalah :

Al qooim bihuquuqil laah wa huquuqi ibaadih

Yaitu orang yang hubungannya secara vertical kepada Allah – hablum minalloh nya terjalin dengan baik, perintah Allah dilaksanakan, cegahannya diajuhkan, dan hubungan secara horizontal dengan sesama manusia – hablum minan naasnya juga baik.

Bukanlah orang yang salih, meskipun setiap malamnya dihiasi dengan tahajud tapi setiap siangnya selalu berselisih dengan tetangga. Bukanlah orang yang salih, jika ia rajin tadarus al Qur’an, tapi ketika ada saudaranya yang membutuhkan pertolongan, hatinya sepi dari peduli, kosong dari rasa iba. Bukan pula dikatakan orang yang salih, walaupun jari jemarinya memutar tasbih, lidahnya mensucikan asma Tuhan “Subhanalloh” tapi kata-kata menyakitkan, hatinya kotor, busuk, iri terhadap keberhasilan tetangga dan dengki terhadap saudara.

Orang yang salih adalah yang selaras antara kemuliaan imannya dan keindahan akhlaknya. Suci dari dosa kepada Allah dan kepada sesama manusia. Oleh karena itu, ibadah ramadhan inid iakhiri dengan zakat dan silaturahmi. Kenapa demikian ?. karena dengan puasa dan zakat, kita akan tersucikan dari dosa kepada Allah dan dengan seilaturahmi – saling memaafkan saat lebaran, kita akan tersucikan dari dosa terhadap keluarga, saudara, tetangga dan sesama manusia. Sehingga kita bisa kembali kepada fitri – kesucian yang menyeluruh.

Allohu akabr…Alloohu akbar..Alloohu akbar..walillahil hamd.

Hadirin sidang id yang dimuliakan Allah.

Silaturahmi berasal dari bahasa Arab ; silah dan rahmi. Shillah bermakna mendamaikan sebagaimana firman Allah swt dalam surat al hujurat.

Innamal mu’minuuna ikhwatun fa ashlihuu baina akhowaikum wat taqullooha la’allakum turhamuun.

“Sesungguhnya sesama mukmin adalah saudara, maka damaikanlah diantara sesama saudaramu dan bertaqwalah agar kamu mendapat rahmat”.

Dalam ayat ini, silah bermakna mendamaikan, ketika ada perselisihan dan permusuhan, ada kesalah fahaman yang menjadikan hubungan persaudaraan menjadi terputus. Maka damaikanlah, dengan saling memaafkan. Dari sini makna sillah berarti pula menyambungkan hubungan-hubungan yang sudah terputus, merekatkan dan mengkokohkan hubungan yang sudah terjalin.

Terdapat perbedaan makna yang cukup mendalam antara silaturahmi dan silaturahim. Silaturahmi adalah menyambungkan hubungan dengan orang yang “rahmi” memiliki hubungan darah. Anak, orang tua, saudara, kakek, nenek dll. Adapun silaturahiim adalah menyambungkan ‘rahiim” kasih saying antara sesama manusia. Baik yang memiliki hubungan darah maupun yang tidak. Inilah makna yang lebih mendalam dari silaturahmi. Bahwa silaturahmi tidak hanya sekedar saling berkunjung, bersalaman, berpelukan dan bermaafan. Tapi ia memiliki makna yang lebih dalam, walaupun secara lahiriah jauh, jarak terpisah, tapi kasih dan saying, kepedulian dan simpati tetap terjalin.

Ketika saudara kita butuh dan kita mampu, maka kita Bantu. Ketika bersedih kita bahagiakan dan ketika susah kita senangkan, itulah orang yang menjaga dan menjalin silaturahmi.

Sedangkan orang yang mau berlama-lama dalam permusuhan, betah dalam perselisihan, iri terhadap keberhasilan tetangga, su’udzan kepada saudara, benci kepada sesama, sombong dan takabur, itulah sebenarnya orang yang memutuskan tali silaturahmi…qooti’ur rahmi.

Laa yadkhulul jannah qoo ti’ur rahmi

Kata rasul : tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi. Mengapa demikian ? karena orang yang memutuskan silaturahmi berarti ia telah memutuskan kasih sayang antara sesama manusia, ia telah mengingkari kasih sayang yang merupakan fitrah dan sifat Allah swt.

Dalam hadits lain rasul bersabda bahwa bagi orang yang memutuskan silaturahmi, maka Allah akan menurunkan adzab bagi mereka tidak hanya diakhirat tapi juga sejak masih berada di dunia.

Allah akan mencabut kebahagiaannya di dunia. Apalah artinya harta yang berlimpah, rumah yang megah, mobil yang mewah, bila mana hati selalu gundah dan gelisah, dikantor selalu dikejar-kejar masalah, anak dan istri bukannya menjadi pencerah, sebaliknya malah menjadi fitnah. Hidup jauh dari berkah. Akibat dari apa ?

Membiarkan anak yatim, emnelantarkan si miskin, tidak akur dengan tetangga. Naudzu billahi min dzalik !

Man arooda ay yubsatholahu fi rizkihi wa yun sya’a fii umurihi fal yashil rahimah

Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya maka sambungkanlah silaturahmi.

Hadirin sidang id yang berbahagia.

Sungguh Allah mencintai hamba yang menyambungkan silaturahmi dalam keadaan damai dan harmonis. Tapi Allah lebih mencintai hamba-Nya yang berusaha menyambungkan silaturahmi ketika terjadi perselisihan dan permusuhan.

Allohu akabr…aloohu akabr…alloohu akbar..walillahil hamd

Hadirin sidang id yang dimuliakan Allah.

Lalu apa hakikat kemenangan idul fitri ?

Hakikat kemenangan idul fitri tiada lain dan tiada bukan adlaah kesucian lahir batin senantiasa sepanjang masa dan diraihnya surga dan keridoan Allah sepanjang zaman.

Idul fitri yang hakiki bukanlah kesucian yang sesaat, yang esok hari, lusa nanti, setelah idul fitri kotor kembali.

Bukanlah idul fitri bila ketika puasa kita begitu rajin beribadah, akhlak kita baik dan terarah, sholat dan tadarus al qur’an rajin, tapi keluar dari ramadhan, apa yang kita telah dapat dari ramadhan, latihan dalam puasa, hilang tak berbekas, entah kemana. Subuh kesiangan lagi, ibadah malas lagi, akhlak dan perangai buruk lagi.

Kalau kita mau bertafakur terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah, sebetulnya selain manusia terdapat pula hewan yang berpuasa, ia adalah ulat dan ular.

Ulat, ia adalah makhluk menjijikan, hama yang merugikan, tapi ia berpuasa menjadi kepompong, kemudian setelah mencapai masanya, ia keluar dan berubah menjadi kupu-kupu. Menjadi makhluk yang indah, kehadirannya senantiasa memberikan kesejukan, bila ia ditaman kenambah keindahan taman, bila masuk ke rumah pertanda akan datang tamu kehormatan.

Tapi berbeda dengan ular, ia adalah makhluk yang buas dan berbahaya dengan bisanya, bila ular telah memakan mangsanya ia akan berpuasa mengurung diri dalam sarangnya hingga berganti kulitnya. Tapi setelah ber puasa ia keluar dari sarangnya menjadi hewan yang lebih buas dan lebih berbisa.

Ini ibrah, pelajaran bagi kita, puasa kita mau mengikuti ulat atau ular ?

Hadirin sidang id rahimakumullah.

Kemenangan idul fitri yang hakiki akan mampu kita raih bila semangat keimanan yang ada dalam puasa, semangat ihtisab, introspeksi diri dalam puasa, yang dijabarkan melalui riyadoh/latihan ibadah dan pengendalian diri, telah mampu kita laksanakan tidak hanya dibulan ramadhan tapi juga pada 11 bulan setelah ramadhan. Silaturahmi tidak hanya dijalankan pada saat lebaran tapi selama 11 bulan setelah lebaran. Taqwa yang kita gapai dengan dijadikan bekalan untuk menghadapi kehidupan di 11 bulan mendatang, serta kesalihan yang hari ini sudah kita tanamkan , kita jaga dan kita pelihara agar menjadi pohon hidayah yang selalu menuntun kita kepada jalan kebaikan.

Jikalau makna dan nilai-nilai puasa ini tetap mampu kita jaga, kita pelihara dan kita aplikasikan hingga bulan ramadhan tahun yang akan datang, maka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan hakiki yang akan mendapatkan surga Allah, tak hanya di kahirat tapi juga surga Allah di dunia. Siapakah orang-orang yang memiliki surga Allah di dunia ? ialah mereka yang :

Wa naza’ naa maa fii shuduurihim min ghillin.

Yang dalam hatinya telah terbebas dari iri, dengki, gundah dan gelisah. Jiwa yang lapang, batinnya tentram, hatinya tenang, orang-orang yang memiliki nafsu mutmainnah.

Baarokallohuliii walakum…

Khutbah kedua

Alloohu akbar 3 x….dst

Alhamdulillah …

Hadirin sidang id yang dimuliakan Allah.

Kemenangan idul fitri akan kita peroleh sesuai dengan kualitas dan jerih payah kita dalam beribadah di bulan puasa kemarin. Oleh karena itu bersyukurlah bagi saudara-saudaraku yang kemarin bisa berpuasa dengan baik, dan perbaikilah puasa mendatang bagi saudara-saudaraku yang puasa kemarin masih banyak kekurangan. Semoga Allah swt senantiasa memberikan hidayah dan pertolongan untuk menuntun kita ke jalan yang lebih baik, berdoalah kepada Allah, mintalah hidayah dan taufik-Nya, karena sesungguhnya kita adalah makhluk yang lemah, yang tidak akan mampu melawan godaan syetan, kecuali atas pertolongan dan rahmat Allah swt.

Allohu akbar..alloohu akbar..alloohu akabr..walillaahil hamd.

Berbeda dengan kemenangan idul fitri, adapun kebahagiaan idul fitri adalah milikk semia imat Islam tanpa terkecuali, termasuk pula para fakir dan miskin, dan kaum dhuafa. Oleh karena itu, janganlah lupakan mereka, jangan dulu melihat yang jauh, perhatikan dahulu keluarga kita, saudara kita yang dekat, tetangga kita.

Jangan pula nodai kesucian idul fitri ini dengan makanan dan minuman yang berlebih-lebihan, berpoya-poya, saling memamerkan harta dan kemewahan.

Laisal ‘iid liman labisal jadiid walaakinnal ‘iid liman taqwahuu yaziid

Lebaran bukan dengan pakaian dan barang yang baru, tapi lebaran adalah mereka yang memiliki semangat keimanan, ketaqwaan dan kesalehan yang baru.

Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ada guna dan manfaatnya, mohon maaf atas segala kekurangannya, dan diakhir khutbah ini marilah kita semua berdoa kepada Allah, semoga apa yang terkandung dalam khutbah tadi dapat kita laksanakan sebagai bekalan di kehidupan mendatang. Amin